Oleh Zachary Lee dan Jason Cahyadi, reporter dan penulis staf CNA
Setelah puluhan tahun mengabdi, John C. Chen (陳忠) resmi mengakhiri sepak terjangnya di panggung diplomatik sebagai Perwakilan Taiwan untuk Indonesia dengan masa jabatan terlama, hari Minggu (22/12). Ia membagikan kilas balik delapan tahun ia bertugas di Indonesia dalam wawancara eksklusif dengan CNA.
Taiwan-Indonesia di bawah tekanan Tiongkok
Chen bergabung dengan Kementerian Luar Negeri (MOFA) Taiwan pada 1980-an dan pernah bertugas di Amerika Serikat, Singapura, Selandia Baru, Sao Tome dan Principe, serta Afrika Selatan, sebelum didapuk sebagai Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Taipei (TETO) di Indonesia.
Saat Chen mengambil jabatan itu, ujarnya, beberapa pejabat Indonesia secara pribadi menyatakan bahwa "Kontribusi Taiwan terhadap Indonesia lebih besar daripada Tiongkok."
Ini membuat hubungan Taiwan dan Indonesia terus erat, terutama dalam bidang pendidikan dan pertanian, yang telah berlangsung selama bertahun-tahun dan semakin intensif dalam beberapa tahun terakhir, menurutnya.
"Taiwan membantu pengembangan pertanian lokal (Indonesia), yang merupakan kerja sama jangka panjang...dalam bidang pendidikan, banyak orang Indonesia yang belajar di Taiwan, dan setelah kembali ke Indonesia, mereka berkontribusi di berbagai sektor dan menjadi bagian penting dalam masyarakat, yang juga membantu memajukan hubungan dengan Taiwan," ujarnya.
Chen mengatakan kepada CNA bahwa pada masa jabatan pertama Presiden Joko Widodo, Indonesia sangat ramah terhadap Taiwan.
Namun, menurutnya, setelah Tiongkok meningkatkan investasi di Indonesia, negara Asia Tenggara tersebut juga harus bergantung pada dana Negeri Tirai Bambu untuk pembangunan infrastruktur, yang mempererat hubungan kedua negara itu dan membuat tantangan dalam mengundang pejabat Indonesia ke kantor TETO.
"Dahulu mengundang pejabat relatif mudah, tetapi sekarang meskipun tidak ada publisitas, mereka (Tiongkok) dapat mengetahui dengan cepat, tekanan terhadap kita semakin besar," ujar Chen.
Chen menekankan bahwa Jokowi tidak sengaja menjauhkan diri dari Taiwan. Menurutnya, Tiongkok yang menggunakan kerja sama ekonomi dan perdagangan dengan Indonesia untuk membatasi ruang Taiwan di Indonesia.
Kendati demikian, ia menyatakan bahwa hubungan masyarakat antara Taiwan dan Indonesia tidak terpengaruh tekanan Tiongkok, dan berkata, "Orang Indonesia selalu memiliki kesan yang baik terhadap Taiwan."
Chen mengingat kembali delapan tahun masa tugasnya di Indonesia, di mana Taiwan dan Indonesia telah menandatangani lebih dari 30 nota kesepahaman kerja sama.
Bela yurisdiksi Taiwan
Chen sempat beberapa kali membela yurisdiksi Taiwan dengan mengupayakan pemulangan warga negara tersebut yang melanggar hukum di luar negeri. Di Indonesia, Chen menghadapi berbagai kasus penangkapan tersangka penipuan dari Taiwan.
Ia berulang kali berjuang untuk memulangkan tersangka yang merupakan warga negara Taiwan agar mereka diadili di negara tersebut, bukannya dibawa ke Tiongkok -- sesuatu yang terjadi beberapa kali karena Republik Rakyat Tiongkok mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya.
Chen mengatakan bahwa tiga bulan setelah ia tiba di Indonesia, seorang warga Taiwan ditangkap karena kasus penipuan. Saat itu, pejabat setempat mengkritik tingginya jumlah tersangka penipuan asal negara tersebut.
Hal itu, kata Chen, membuatnya bertekad untuk mengurangi kejahatan yang dilakukan warga Taiwan di Indonesia agar tidak memengaruhi reputasi negaranya.
Langkah yang diambilnya termasuk berbagi daftar nama warga Taiwan yang pernah terlibat dalam kasus penipuan dengan otoritas imigrasi Indonesia sebagai referensi. Jika diperlukan, petugas imigrasi bisa menolak masuknya warga Taiwan yang ada dalam daftar tersebut.
Meskipun jumlah orang dalam daftar tersebut tidak banyak dalam beberapa tahun terakhir, ia percaya langkah ini memiliki efek jera. Dalam beberapa tahun ini, jumlah warga Taiwan yang terlibat dalam kasus penipuan di Indonesia telah menurun.
Saat Chen tiba di Indonesia, terjadi beberapa kasus di mana warga Taiwan ditangkap karena menyelundupkan narkoba ke Indonesia dan dijatuhi hukuman berat. Terkait hal ini, ia aktif mengingatkan warga Taiwan melalui media bahwa mereka bisa menghadapi hukuman mati jika mereka melakukan hal itu.
Selain itu, ia juga menyesuaikan pola kerja petugas polisi di luar negeri. Chen menjelaskan kepada CNA bahwa polisi kriminal biasanya menangani kasus kejahatan dengan mengumpulkan petunjuk dan melakukan pengawasan hingga tersangka melakukan tindak pidana, baru kemudian melakukan penangkapan.
Meskipun metode ini efektif dalam menyelesaikan kasus, menurut Chen, itu bisa merusak reputasi Taiwan. Sebagai seorang diplomat yang berasal dari kepolisian, ia meminta kepada sekretaris polisi yang ditempatkan di Indonesia untuk segera menghentikan warga Taiwan yang berusaha melakukan kejahatan.
Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah warga Taiwan yang nekat menyelundupkan narkoba ke Indonesia juga telah menurun.
Indonesia negara penting
Chen menekankan bahwa posisi Taiwan di dunia internasional terus meningkat dan banyak negara maju semakin menjalin hubungan erat dengannya, namun negara-negara dunia ketiga belum menunjukkan perkembangan signifikan dalam hal ini.
Secara khusus, ia berpendapat bahwa Indonesia, sebagai negara besar dan pemimpin regional, sangat penting di kancah internasional.
Untuk itu, Chen sering menyampaikan kepada pejabat Indonesia, "Indonesia harus memandang dirinya sebagai negara besar...meskipun Tiongkok penting bagi Indonesia, Indonesia justru lebih penting bagi Tiongkok, atau setidaknya sama pentingnya," dan menekankan, "Tiongkok tidak bisa kehilangan Indonesia."
Chen berharap agar pemerintah yang dipimpin Presiden baru RI, Prabowo Subianto, dapat memiliki pemikiran segar dan pandangan baru terhadap Taiwan dan hubungan lintas selat.
Melihat ke belakang
Menilik balik pengalaman tugas luar negerinya, Chen mengatakan bahwa selama delapan tahun tinggal di Indonesia, kenangan terbesarnya adalah kelembutan dan kerendahan hati rakyatnya.
Ketika ditanya apakah masih ada penyesalan dalam memajukan hubungan Indonesia-Taiwan, Chen dengan tegas menyatakan bahwa hal itu ia rasakan dari tidak berubahnya Keputusan Presiden (Keppres) yang mengatur hubungan Indonesia-Taiwan sejak era Presiden Soeharto.
Ia menjelaskan bahwa Keputusan Presiden tersebut membatasi hubungan Indonesia dan Taiwan hanya pada aspek perdagangan. Hingga kini, Tiongkok juga masih menggunakan Keppres tersebut untuk merusak upaya Taiwan mengembangkan hubungan di bidang lain dengan Indonesia.
"Reputasi internasional Taiwan, pencapaiannya, dan posisinya yang sangat penting kini jauh berbeda dari 30 tahun lalu. Keppres yang dikeluarkan 30 tahun yang lalu seharusnya sudah diubah, namun belum ada perubahan hingga sekarang," ujar Chen.
Ia mengungkapkan bahwa pada masa jabatan pertama Presiden Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga berpendapat bahwa Keppres mengenai hubungan dengan Taiwan harus diubah, bahkan diadakan pertemuan lintas kementerian untuk membahas hal tersebut.
Sayangnya, kata Chen, hasil akhirnya tetap tidak mengubah Keppres tersebut, dengan hanya dibentuk "Taiwan Desk" sebagai saluran komunikasi resmi antara Taiwan dan Indonesia, yang menurutnya hanya membawa kemajuan dalam mempercepat pengurusan visa bagi diplomat Taiwan.
Chen telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk mengabdi kepada negara dan menjadikan Indonesia sebagai titik akhir dari hampir 45 tahun karier diplomatiknya. Ia mengutarakan harapannya agar hubungan erat antara Taiwan dan Indonesia dapat terus berkembang.
Selesai/JA