SBIPT: PRT Migran alami diskriminasi karena upah yang tidak setara

24/11/2024 12:48(Diperbaharui 24/11/2024 12:48)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Demonstrasi di depan Kementerian Ketenagakerjaan (MOL) menuntut kesetaraan gaji dan hak antara PMI informal dan formal. (Sumber Foto : CNA, 24 November 2024).
Demonstrasi di depan Kementerian Ketenagakerjaan (MOL) menuntut kesetaraan gaji dan hak antara PMI informal dan formal. (Sumber Foto : CNA, 24 November 2024).

Taipei, 24 Nov. (CNA) Serikat Buruh Industri Perawatan Taiwan (SBIPT), yang terdiri dari Pekerja Rumah Tangga (PRT) migran asal Indonesia di Taiwan menggelar aksi demonstrasi di kantor Kementerian Ketenagakerjaan (MOL), Minggu (24/11) menggugat diskriminasi upah pada PRT migran.

Dalam pernyataannya, SBIPT menilai upah minimum yang jauh berbeda antara PRT migran dengan pekerja migran asing (PMA) sektor formal menyebabkan masalah diskriminasi struktural semakin parah. 

Pada tahun 2025 mendatang, upah minimum Taiwan akan mencapai NT$28.590, sementara gaji bulanan PRT migran, hanya sekitar NT$20.000.

“Kami telah mengumpulkan lebih dari 380 tanda tangan PRT migran di Taiwan yang secara kolektif meminta pemerintah untuk menaikkan gaji pekerja perawat rumah tangga hingga setara dengan upah minimum,” kata SBIPT.

Dalam aksi ini mereka mengajukan sejumlah tuntutan, yang paling utama tentu tuntutan menaikkan gaji PRT migran agar setara dengan upah minimum Taiwan. Selain itu, sertakan PRT migran dalam perlindungan hukum ketenagakerjaan dan masukkan pekerja perawat rumah tangga ke dalam program perawatan jangka panjang.

SBIPT juga menegaskan perlunya pemerintah melarang praktik membeli hari libur pekerja perawat rumah tangga karena hak libur adalah hak dasar pekerja yang tidak boleh diperjualbelikan. 

“Pekerja juga harus mendapatkan hak libur pada hari libur nasional,” kata SBIPT.

SBIPT juga meminta menyediakan jaminan ruang privasi untuk PRT migran dan menghapus batas waktu bekerja di Taiwan, agar PRT migran dapat terus bekerja.

Lain hal yang juga mendesak adalah permudah prosedur untuk pindah majikan, sehingga PRT migran terhindar dari hubungan kerja yang tidak adil dan eksploitasi agen.

“Terakhir, berikan subsidi kepada keluarga majikan berpenghasilan rendah hingga menengah, agar mereka dapat membayar gaji yang adil tanpa membebani ekonomi mereka,” kata SBIPT.

Kebutuhan akan PRT migran di Taiwan sendiri menjadi isu yang terus mengemuka seiring menurunnya populasi Taiwan dan negara yang menuju masyarakat sangat tua.

Kepala Dewan Pengembangan Nasional (NDC) Liu Chin-ching (劉鏡清) memperkirakan bahwa populasi Taiwan, yang telah menurun setiap tahun sejak 2020, akan turun dari 23,4 juta pada 2024 menjadi 14,97 juta pada 2070, dengan populasi muda menurun 1,71 juta, populasi usia kerja berkurang 9,2 juta, dan populasi lanjut usia meningkat 2,48 juta.

(Oleh Muhammad Irfan)

Selesai/ ML

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.