Komisi Parlemen Taiwan loloskan ketentuan panggilan pengadilan diterjemahkan untuk WNA

28/08/2025 12:29(Diperbaharui 28/08/2025 12:29)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

(Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
(Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Taipei, 28 Agu. (CNA) Ketentuan bahwa surat panggilan pengadilan Taiwan harus disertai terjemahan jika terdakwa atau saksi adalah warga negara asing (WNA) telah diloloskan komisi Yuan Legislatif pada Rabu (27/8), namun tetap diserahkan ke tahap negosiasi seiring adanya keberatan dari Kementerian Kehakiman (MOJ) dan Yuan Yudikatif.

Legislator Fu Kun-chi (傅崐萁), dari oposisi Kuomintang (KMT), dan Kuo Yu-ching (郭昱晴), dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa, telah sama-sama mengusulkan revisi tersebut, dengan alasan meningkatnya jumlah imigran baru dan WNA yang tinggal di Taiwan.

Banyak di antara mereka yang tidak memahami isi surat panggilan berbahasa Mandarin sehingga menimbulkan masalah seperti penahanan paksa, pencarian, hingga denda, menurut legislator.

Untuk menyempurnakan peraturan, mereka mengusulkan agar apabila terdakwa adalah WNA, surat panggilan harus disertai terjemahan dalam bahasa negara asalnya atau Inggris, yang juga berlaku untuk surat panggilan saksi.

Dalam pembahasan amandemen sebagian pasal Undang-Undang (UU) Hukum Pidana dan UU Hukum Acara Pidana di komisi Yuan Legislatif hari Rabu, Wakil Sekretaris Jenderal Yuan Yudikatif Wang Mei-ying (王梅英) menyarankan agar hal tersebut tidak dicantumkan langsung dalam undang-undang.

Ini karena dalam praktik, surat panggilan maupun dokumen penyampaian sudah tersedia dalam versi bahasa Inggris dan Jepang, bahkan di tingkat pengadilan tinggi juga ada versi bahasa Vietnam, menurutnya.

Jika hal ini diatur dalam undang-undang tetapi pada kondisi tertentu tidak dapat dilaksanakan, bisa terjadi cacat prosedural yang membuat pemanggilan tidak sah, kata Wang, sehingga ia menyarankan agar hal ini ditangani melalui pedoman administratif.

Wakil Menteri Kehakiman, Huang Mou-hsin (黃謀信), juga menyatakan bahwa MOJ mendukung posisi Yuan Yudikatif, seiring menurutnya kejaksaan bisa saja tidak mengetahui status kewarganegaraan pihak yang dipanggil.

Jika undang-undang secara tegas mewajibkan terjemahan ke bahasa negara asal atau Inggris, aturan tersebut akan kehilangan fleksibilitas, dan keabsahan pemanggilan bisa terganggu, ujarnya.

Namun, legislator oposisi Partai Rakyat Taiwan (TPP) Huang Kuo-chang (黃國昌) mengkritik pendapat tersebut, dengan menilai alasan yang diberikan seakan-akan hanya demi kenyamanan birokrasi dengan mengorbankan perlindungan prosedural.

"Pokoknya diberi selembar kertas (surat panggilan), bisa mengerti atau tidak itu urusanmu sendiri. Apakah itu konsep yang pantas dalam proses peradilan pidana?" tanyanya.

Legislator DPP Shen Fa-hui (沈發惠) menambahkan, bila Kementerian Kehakiman dan Yuan Yudikatif memiliki keberatan, sebaiknya pasal tersebut diserahkan untuk negosiasi lanjutan.

Legislator Huang juga menyetujui agar pasal itu sementara diteruskan dari komisi, dan nantinya bisa dibahas kembali pada Oktober.

Akhirnya, pimpinan rapat, Legislator KMT Wu Tsung-hsien (吳宗憲) memutuskan bahwa pembahasan rancangan amandemen UU Hukum Acara Pidana telah selesai di tingkat komisi, tetapi tetap akan diserahkan ke tahap negosiasi.

Sementara itu, terkait rancangan amandemen UU Hukum Pidana, khususnya pasal mengenai larangan pembebasan bersyarat bagi hukuman penjara seumur hidup, Wu menyatakan bahwa karena banyak legislator mengusulkan diadakannya dengar pendapat, pembahasannya akan dijadwalkan kembali.

(Oleh Kuo Chien-shen dan Jason Cahyadi)

Selesai/ja

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.