Taipei, 23 Jan. (CNA) Langkah-langkah yang diadopsi Yuan Legislatif (Parlemen Taiwan) untuk meningkatkan ambang batas putusan Mahkamah Konstitusi akan berlaku hari Sabtu (25/1) setelah disahkan Presiden Lai Ching-te (賴清德).
Dalam siaran pers pada Kamis, juru bicara Kantor Kepresidenan Karen Kuo (郭雅慧) mengatakan Lai telah menandatangani amandemen atas Undang-Undang Prosedur Mahkamah Konstitusi.
Menurut hukum Taiwan, amandemen tersebut akan berlaku Sabtu, tiga hari setelah pengumuman.
Kuo mengutip Presiden mengatakan bahwa langkah tersebut berisiko mengganggu jalannya Mahkamah Konstitusi, mengambil alih kekuasaan otoritas hukum, dan merusak prinsip pemisahan kekuasaan di antara institusi-institusi pemerintah.
Lai pun meminta putusan Mahkamah Konstitusi atas konstitusionalitas amandemen tersebut, tambah juru bicara tersebut.
Pengumuman tersebut keluar sekitar sepekan setelah Fraksi Partai Progresif Demokratik (DPP) Parlemen mengajukan petisi ke Mahkamah Konstitusi untuk mengusahakan putusan yang bisa menghentikan penegakan langkah tersebut dan mencabutnya.
DPP mengambil tindakan tersebut segera setelah legislator partai-partai oposisi, Kuomintang (KMT) dan Partai Rakyat Taiwan (TPP), yang bersama-sama memiliki mayoritas di Parlemen, mempertahankan langkah yang sebelumnya mereka dorong melalui pemungutan suara ulang yang diminta Kabinet.
Namun, dengan langkah baru yang mengharuskan minimal sepuluh hakim untuk mendengar dan memutuskan suatu kasus, masih belum jelas apakah Mahkamah Konstitusi, yang biasanya memiliki 15 hakim dan saat ini hanya memiliki delapan, dapat meninjau kasus semacam itu.
Lai sebelumnya mengajukan tujuh kandidat untuk menggantikan mereka yang masa jabatan delapan tahunnya berakhir pada 31 Oktober 2024, tetapi semuanya ditolak Parlemen pada akhir tahun lalu.
Sampai sekarang, Presiden belum memilih calon baru.
Menurut ukuran baru, putusan yang menyatakan ketentuan hukum yang berlaku tidak konstitusional harus didukung setidaknya sembilan hakim.
Amandemen tersebut membalikkan aturan sebelumnya yang hanya mengharuskan kehadiran setidaknya dua pertiga dari semua hakim yang duduk, dengan putusan ditentukan suara mayoritas sederhana.
Amandemen tersebut telah dikritik DPP dan beberapa kelompok masyarakat sipil sebagai upaya oposisi untuk melumpuhkan Mahkamah Konstitusi, terutama dalam menangani petisi dari publik dan juga ikut campur dalam perselisihan di antara badan-badan pemerintah tertinggi.
Legislator KMT dan TPP, di sisi lain, telah membela revisi tersebut, dengan berargumen bahwa mereka akan memastikan tinjauan yang lebih ketat oleh Mahkamah Konstitusi dan bahwa persyaratan kehadiran minimum akan mencegah kasus-kasus diputuskan hanya oleh segelintir hakim.
Selesai/JC