“Tale of The Land” raih animo positif di Golden Horse Festival

24/11/2024 12:39(Diperbaharui 25/11/2024 19:39)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Sutradara “Tale of The Land”, Loeloe Hendra di Golden Horse Festival. (Sumber Foto: Golden Horse)
Sutradara “Tale of The Land”, Loeloe Hendra di Golden Horse Festival. (Sumber Foto: Golden Horse)

Taipei, 19 Nov. (CNA) Film besutan sutradara Indonesia, Loeloe Hendra, "Tale of The Land" meraih animo yang baik dari penonton Taiwan saat ditayangkan di festival film bergengsi Golden Horse Festival, jadi energi untuk terus berkarya.

Ditemui oleh CNA usai penayangannya di tanggal 19 November, Loeloe menyebut penonton Taiwan sangat antusias melontarkan berbagai pertanyaan tentang filmnya. Pantauan CNA, dua penayangan film tersebut juga dipenuhi penonton dengan kursi teater yang hampir penuh. Loeloe hadir di dua dari empat jadwal pemutaran pada sesi tanya jawab yang dihelat usai penayangan.

"Setelah ini yang paling menyenangkan adalah film ini akan diputar premier di Indonesia yakni di JAFF 2024 di Yogyakarta pada 1 dan 2 Desember ini," kata Loeloe.

Film berdurasi 100 menit ini bercerita tentang May (dibintangi oleh Shenina Cinnamon) yang tinggal di rumah terapung bersama Tuha (dibintangi oleh Arswendy Bening Swara) yang berusia 70 tahun setelah melarikan diri dari pertambangan yang mengubah tanah kelahirannya, tempat ia menyaksikan kematian orang tuanya.

Akibat trauma, ia pingsan saat membayangkan menginjak daratan, membuat orang lain percaya bahwa ia dikutuk.

Selama lebih dari satu dekade, May bertahan hidup di atas air, merindukan kehidupan masa lalunya.

"Jadi dari awal inginnya bagaimana membicarakan soal daratan tapi sedikit sekali memvisualisasikan daratannya. Jadi bagaimana menceritakan isu daratan yang ditampilkan dari sudut pandang perairan," kata Loeloe.

Loeloe seorang kelahiran Jawa yang  besar di Kalimantan sedikit banyak memahami keunikan Kalimantan tempat pengambilan gambar. Syuting yang sebagian besar dilakukan di atas air misalnya tentu memiliki kesulitan tersendiri di mana selama proses pengambilan gambar mengalami empat kali badai.

Untuk diketahui, pengambilan gambar untuk film ini selesai pada Maret 2024 di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Yang paling sulit dan lucu, misalnya untuk mengantisipasi hujan, pihaknya dipercayakan jasa seorang pawang hujan. Namun ketika hujannya ditangkal, justru angin kencang datang membuat gelombang yang menantang proses syuting.

"Pawang hujannya tidak bisa meminimalisir badai juga," kata Loeloe sambil tertawa.

Kesulitan lain adalah bagaimana beradaptasi dengan kultur lokal. Karakter May diciptakan sebagai seorang dari suku Dayak dan untuk mendalami karakter para pemeran mesti belajar dialek khas suku Dayak Kenyah.

Untuk itu mereka melakukan riset terlebih dahulu dan pelatihan bahasa termasuk berbaur dengan masyarakat lokal. "Termasuk untuk penggunaan perahu," kata Loeloe.

Tale of the Land ditayangkan perdana di Festival Film Internasional Busan ke-29 pada 4 Oktober 2024, berkompetisi untuk kategori New Currents.

Pada festival tersebut, Tale of the Land berhasil memenangkan Penghargaan FIPRESCI, sebuah penghargaan yang diinisiasi Federasi Kritikus Film Internasional di Belgia sejak 1930.

Ini merupakan film panjang pertama Loeloe. Sebelumnya, film pendeknya "Onomastika" diputar di Berlinale dan memenangkan Film Pendek Terbaik di Festival Film Indonesia.

Sementara, the Taipei Golden Horse Film Festival adalah rangkaian acara dari penghargaan Golden Horse Awards.

Keduanya merupakan festival film dan upacara penghargaan terkait yang diadakan setiap tahun di Taiwan dimulai sejak 1962 oleh Kantor Informasi Pemerintah Republik Tiongkok (ROC) di Taiwan dan sekarang dijalankan sebagai organisasi independen.

Loeloe mengatakan film ini mendapatkan pendanaan dari sejumlah institusi di empat negara yakni Indonesia, Taiwan, Filipina, dan Qatar. Loeloe mengaku sudah membangun gagasan film ini selama delapan tahun dan memulai proses syuting pada 2023.

(Oleh Muhammad Irfan)

Selesai/ ML

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.