Jakarta/Taipei, 25 Okt. (CNA) Kapal penjaga pantai Tiongkok telah dua kali memasuki perairan Natuna Utara Indonesia dalam sepekan terakhir, menurut Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI).
Bakamla RI dalam sebuah siaran pers hari Kamis (24/10) menyampaikan bahwa mereka mendapat laporan keberadaan kapal penjaga pantai Tiongkok CCG 5402 di wilayah yang berada di bawah yurisdiksi Indonesia tersebut.
Setelah itu, badan tersebut mengirimkan kapal untuk melakukan pencegatan, dan berhasil melakukan kontak komunikasi dengan kapal penjaga pantai Tiongkok itu pada pukul 7.30 pagi WIB.
Namun, menurut Bakamla RI, kapal penjaga pantai Tiongkok tersebut tidak menanggapi, dan malah mendekati serta mengganggu kegiatan survei yang sedang dilakukan PT Pertamina East Natuna menggunakan kapal MV Geo Coral.
Kapal Bakamla RI bekerja sama dengan kapal perang TNI AL untuk menghalau kapal penjaga pantai Tiongkok tersebut agar keluar dari Landas Kontinen Indonesia, siaran pers tersebut menunjukkan.
Kejadian ini mengulangi hal serupa tiga hari sebelumnya. Menurut sebuah siaran pers terpisah, pada Senin, Bakamla RI mengusir kapal yang sama dari Laut Natuna Utara.
Setelah mendapatkan laporan tentang gangguan terhadap aktivitas survei MV Geo Coral pada Senin, Bakamla RI mengatakan, badan tersebut mengirim kapal mereka menuju lokasi kejadian, dan mendeteksi kapal penjaga pantai Tiongkok CCG 5402 pada pukul 5.30 pagi WIB.
Kapal Bakamla RI mencoba berkomunikasi melalui radio dengan penjaga pantai Tiongkok tersebut, namun mereka bersikeras bahwa wilayah tersebut merupakan bagian dari yurisdiksi Tiongkok, kata badan tersebut.
Setelah dibantu kapal patroli TNI AL dan Pesawat Patroli Udara Maritim Bakamla RI, mereka berhasil mengusir kapal CCG 5402 keluar dari wilayah yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara, kata badan tersebut.
Dilansir media Tiongkok Global Times, menanggapi ini, Kementerian Luar Negeri Tiongkok dalam sebuah konferensi pers rutin hari Kamis menyatakan bahwa kapal penjaga laut negara tersebut sedang berpatroli di "Perairan yang berada di bawah yurisdiksi Tiongkok" berdasarkan hukum internasional dan domestik.
Kementerian Tiongkok tersebut menyampaikan bahwa pihaknya bersedia berunding dengan Indonesia untuk menyelesaikan masalah kelautan antara kedua negara.
Meskipun Indonesia tidak terlibat dalam sengketa kedaulatan di Laut Cina Selatan, tetapi wilayah yang diklaim Tiongkok dalam "Sembilan Garis Putus-putus" mencakup Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Kepulauan Natuna.
Apa kata akademisi?
Aristyo Rizka Darmawan, pengajar Bidang Studi Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, mencatat bahwa kapal penjaga pantai Tiongkok telah memasuki wilayah Laut Natuna yang dimiliki Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, kata dia kepada CNA, menarik bahwa dua insiden terbaru ini terjadi dalam sepekan setelah Prabowo menjabat.
Sebelumnya, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI pada Minggu di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta. Insiden ini terjadi sehari dan empat hari setelahnya.
Darmawan menjelaskan bahwa Tiongkok selalu ingin bekerja sama dengan Indonesia dalam mengembangkan Laut Natuna Utara, sehingga, langkah ini mungkin dilakukan mereka untuk menguji posisi pemerintahan baru terhadap potensi kerja sama.
Darmawan menambahkan kapal penjaga pantai Tiongkok langsung memasuki ZEE Indonesia di Laut Natuna setelah Prabowo baru dilantik dan bertemu Wakil Presiden Tiongkok, Han Zheng (韓正), sehingga ini bisa menjadi hadiah yang tidak terlalu menyenangkan bagi Prabowo.
Johanes Herlijanto, Ketua Forum Sinologi Indonesia dan pengajar di Universitas Pelita Harapan, mencatat bahwa kalangan akademisi umumnya memahami bahwa kapal penjaga pantai Tiongkok sedang menguji posisi pemerintah baru Indonesia dan menyampaikan pesan bahwa Tiongkok menganggap wilayah itu berada di bawah yurisdiksinya.
Kepada CNA, Herlijanto mengatakan tanggapan cepat Bakamla RI dalam mengusir kapal penjaga pantai Tiongkok menunjukkan bahwa badan tersebut dan Angkatan Laut berharap rakyat Indonesia memahami situasi yang terjadi di wilayah tersebut dan bagaimana mereka mengendalikan situasi.
Senada dengan itu, Dafri Agussalim, pakar hubungan internasional dari Universitas Gadjah Mada, menyatakan kepada Jakarta Post bahwa insiden terbaru ini merupakan tindakan strategis Beijing untuk mengukur tanggapan pemerintahan Indonesia saat ini.
Ia menyebutkan bahwa sebuah kapal milik Pertamina juga terpengaruh tindakan kapal penjaga pantai Tiongkok, dan ini merupakan bagian dari rencana untuk memahami bagaimana pemerintahan Prabowo akan menanggapi beberapa tindakan Tiongkok.
Dafri mengatakan bahwa tindakan Bakamla RI yang mengusir kapal penjaga pantai Tiongkok dapat ditafsirkan sebagai pesan dari Prabowo bahwa pemerintahannya tidak akan menghindar dari konfrontasi di laut demi melindungi kedaulatan dan kepentingan maritimnya.
Seruan dari Taiwan
Sebelumnya, pada Senin, Perwakilan Taiwan di Indonesia, John C. Chen (陳忠), melalui sebuah siaran pers menyampaikan pemerintah Taiwan menyerukan kepada Indonesia untuk mendesak Tiongkok agar menghentikan "Provokasi militer yang tidak rasional" dan "Semua tindakan yang merusak perdamaian dan stabilitas Selat Taiwan serta membahayakan keamanan wilayah laut dan udara di kawasan."
Baca juga Taiwan minta Indonesia desak Tiongkok hentikan tindakan yang rusak perdamaian
Hal ini disampaikannya sehari setelah pelantikan Prabowo, sehubungan dengan latihan militer "Pedang Gabungan-2024B" yang diluncurkan Tiongkok di sekitar Taiwan pada 14 Oktober.
Menurut Chen, tindakan tersebut "Menunjukkan kesengajaan Tiongkok" untuk menantang tatanan internasional yang berbasis aturan dan "Mengabaikan kesepakatan tingkat tinggi komunitas internasional" untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan serta kawasan Indo-Pasifik.
"Negara kami (Taiwan) menyerukan kepada Indonesia untuk menggunakan pengaruhnya sebagai negara pemimpin di ASEAN dan secara aktif mendesak Tiongkok untuk menghentikan provokasi sepihak dan tidak rasional, serta mendesak Tiongkok untuk menghentikan segala tindakan yang mengancam perdamaian dan stabilitas kawasan dan tindakan yang meningkatkan ketegangan kawasan," ujar Chen.
(Oleh Zachary Lee dan Jason Cahyadi)
Selesai/ ML