Oleh Chen Chih-chung, Phoenix Hsu, dan Jason Cahyadi, reporter dan penulis staf CNA
Jurusan Asia Tenggara di universitas-universitas di Taiwan berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Selain bahasa, banyak universitas juga menekankan pembelajaran lintas disiplin, agar mahasiswa memahami budaya kerja Asia Tenggara lebih awal, untuk mempersiapkan diri bekerja di luar negeri.
Menapakkan jejak hingga ke Asia Tenggara
Ho Hsin-yen (何欣晏), seorang alumnus Jurusan Studi Asia Tenggara di National Chi Nan University (NCNU), saat ini bekerja di posisi manajerial di sebuah perusahaan di Vietnam. Mengenang perjalanan kariernya beberapa tahun terakhir, baginya, selain mengatasi hambatan bahasa, ia juga harus menghadapi tantangan dari segi peraturan dan budaya setempat.
Ho lahir di Distrik Shalu, Taichung, yang dikenal dengan banyak pabrik. Perusahaan tempat ayahnya bekerja mempekerjakan pekerja dari Thailand, sehingga sejak kecil ia sering berinteraksi dengan pekerja migran dan memiliki pemahaman dasar tentang Asia Tenggara.
Ketika lulus SMA, terjadi kerusuhan sinofobia di Vietnam yang juga memberi dampak kepada pebisnis Taiwan. Namun, setelah itu, pengusaha Taiwan justru meningkatkan investasi di sana. Perubahan yang tak terduga ini membuat Ho penasaran, dan setelah mencari informasi dari para akademisi di internet, ia akhirnya tertarik dengan Jurusan Studi Asia Tenggara.
Ho mengatakan bahwa awalnya ia mengira mahasiswa Jurusan Studi Asia Tenggara hanya mempelajari bahasa dan budaya. Namun, setelah masuk NCNU, ia menyadari bahwa mata kuliah di jurusan itu mencakup bidang politik, ekonomi, dan bahkan antropologi serta ilmu sosial lainnya.
Selain itu, kata Ho, sejak tahun kedua, ia terlibat dalam proyek yang dilakukan jurusannya, yang mengharuskannya melakukan penelitian di ASEAN Plaza, sebuah area terkenal di Kota Taichung yang menjadi tempat berkumpulnya pekerja migran.
ASEAN Plaza: Menyaksikan keberagaman kehidupan
"ASEAN Plaza seperti kantong Asia Tenggara di Taiwan," ujar Ho, menambahkan bahwa meskipun berada di Taiwan, tetapi tempat itu terasa seolah berada di luar negeri.
Sejak kecil ia sudah tahu tentang tempat itu, tetapi teman-temannya sering mengatakan tempat itu bau atau berbahaya sehingga takut untuk mendekat. Namun, ketika Ho terlibat dalam penelitian di ASEAN Plaza, ia menyadari bahwa setiap toko di sana memiliki kisahnya sendiri.
Pada tahun keempat, Ho pun mengajukan permohonan untuk mengikuti pertukaran selama 1 tahun di University of Social Sciences and Humanities Vietnam National University Ho Chi Minh di Vietnam, yang memberinya pemahaman yang lebih mendalam tentang budaya dan lingkungan Asia Tenggara.
Proses pencarian kerja setelah lulus juga menjadi perjalanan yang penuh tantangan bagi Ho. Saat berada di Vietnam untuk mengikuti program pertukaran, sebuah perusahaan pengolahan makanan laut setempat mendekatinya dan berjanji untuk mempekerjakannya setelah lulus.
Namun, setelah lulus dan menunggu untuk menjalani wajib militer, COVID-19 tiba-tiba mewabah. Tiga minggu sebelum ia menyelesaikan dinas militernya, semua penerbangan ke Vietnam dibatalkan, sehingga rencananya terhenti.
Baru pada November 2020, Ho mengetahui ia bisa masuk ke Vietnam dengan visa kerja. Saat itu, ia melihat sebuah lowongan di bank sumber daya manusia untuk perusahaan sepatu Chung Jye Shoes Co., yang dekat dengan sekolah tempat ia belajar, sehingga ia bisa bekerja sambil melanjutkan studi.
Ho mengatakan bahwa saat kuliah, ia berpikir bahwa semuanya akan bisa diatasi cukup dengan menguasai bahasa, namun, ia akhirnya menyadari bahwa ia juga harus memahami undang-undang tenaga kerja dan administrasi setempat.
Kepada para mahasiswa yang berminat mengembangkan karier di Asia Tenggara, Ho menyarankan agar mereka memperluas pandangan dan menghindari membawa prasangka. Setiap negara memiliki budaya dan kondisi sosial yang berbeda, dan tidak bisa hanya mengikuti apa yang dikatakan orang lain, katanya.
Ho juga menyebutkan bahwa peluang di Asia Tenggara tidak terbatas pada bisnis dan industri saja, tetapi juga mencakup bidang budaya, akademis, dan banyak lainnya.
Jurusan Asia Tenggara fokus pada pendidikan generalis: Belajar bahasa dan budaya
Kepala Jurusan Studi Asia Tenggara NCNU, James W.Y. Wang (王文岳), menjelaskan bahwa universitas tersebut mulai dengan program pascasarjana untuk studi Asia Tenggara, yang kemudian digabungkan dengan antropologi, dan akhirnya membuka program sarjana baru.
Saat ini, kata Wang, Jurusan Studi Asia Tenggara di NCNU adalah yang tertua dan memiliki kurikulum paling lengkap di Taiwan.
Wang juga menjelaskan bahwa kurikulum dalam jurusan ini juga mencakup aspek ekonomi, sosial, dan budaya, di mana selain menerima pelatihan bahasa, para mahasiswa juga dapat lebih mengenal kondisi sosial budaya di masing-masing negara kawasan tersebut.
Jurusan ini bertujuan untuk mengembangkan pendidikan generalis, kata Wang, seperti kebutuhan perusahaan Taiwan yang mungkin meliputi berbagai posisi manajerial, keuangan, sumber daya manusia, atau perdagangan internasional.
Wang juga mengatakan bahwa banyak perusahaan Taiwan mengadakan rekrutmen atau menawarkan peluang magang di jurusan ini.
Wang mengatakan bahwa setelah lulus, beberapa mahasiswa di jurusannya memilih untuk melanjutkan studi ke jenjang pascasarjana atau mengikuti ujian negara; bekerja di Asia Tenggara terutama di Filipina, Thailand, dan Indonesia; dan ada juga yang memilih bekerja di LSM, kelompok pekerja migran, atau organisasi serupa.