LSM soroti peran agensi yang halangi pekerja migran di Taoyuan berserikat

12/08/2025 19:02(Diperbaharui 12/08/2025 19:02)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Demonstrasi di depan Kementerian Ketenagakerjaan pada Selasa. (Sumber Foto : GANAS Community)
Demonstrasi di depan Kementerian Ketenagakerjaan pada Selasa. (Sumber Foto : GANAS Community)

Taipei, 12 Agu. (CNA) Kelompok advokasi pada Selasa (12/8) mendesak Kementerian Ketenagakerjaan (MOL) memberikan interpretasi hukum terhadap Undang-Undang Serikat Pekerja setelah sebuah agensi diduga mengintimidasi pekerja migran, termasuk dari Indonesia, di Taoyuan yang berusaha bergabung dengan serikat.

Kelompok-kelompok tersebut menyampaikan tuntutan mereka dalam sebuah aksi unjuk rasa di luar kantor MOL saat Tribunal Praktik Ketenagakerjaan Tidak Adil dan Komite Arbitrase kementerian itu bersiap menggelar sidang kedua terkait kasus Taoyuan.

Wu Chia-ching (吳家慶), seorang konsultan untuk Taoyuan Confederation of Trade Unions (TCTU), mengatakan TCTU baru-baru ini menerima keluhan bahwa pekerja migran di pabrik produsen bahan kimia di Yangmei telah dipaksa untuk keluar dari serikat.

Serikat pekerja tersebut mulai menerima anggota migran tahun lalu karena jumlah pekerja Taiwan baru yang menurun, dan awalnya menerima lebih dari 30 aplikasi dari pekerja Filipina dan Indonesia, kata Wu.

Namun, pada hari yang sama ketika serikat pekerja memberi tahu perusahaan tentang niat mereka untuk bergabung , salah satu agensi tenaga kerja untuk perusahaan itu mengirim seorang staf ke kantor serikat dan mencoba, namun gagal, mengambil lebih dari sepuluh pengajuan pendaftaran.

"Agensi mengatakan mereka (pekerja migran) sudah memiliki saluran siaga 1955 dan agensi, itu sudah cukup. Mereka mengklaim tidak ingin pekerja membayar dua biaya," kata Wu.

"Dari pengalaman saya bekerja dengan pekerja migran, mereka sangat takut dianiaya agensi tenaga kerja," ujar Wu.

Wu mengatakan ia pernah melihat seorang staf di agensi tenaga kerja melakukan main hakim sendiri terhadap seorang pekerja migran, memukulnya dengan sangat keras hingga ia mundur beberapa langkah.

"Apakah mereka punya hak ketenagakerjaan? Tidak," katanya.

Setelah insiden itu, kata Wu, 15 pekerja, sebagian besar dari Indonesia, mengundurkan diri, dan sekitar 20 orang memutuskan tetap bertahan.

Pengusaha memandang pekerja migran yang bergabung dengan serikat sebagai potensi ancaman, terutama jika mereka didukung serikat pekerja Taiwan lain seperti TCTU, jelas Wu.

Sekretaris TCTU Tracy Sun (孫語謙) mengutip Undang-Undang Kesetaraan Gender dalam Ketenagakerjaan, yang menyatakan: "Seseorang yang mewakili pengusaha untuk menjalankan otoritas manajerial atau yang mewakili pengusaha dalam urusan karyawan dianggap sebagai pengusaha."

Gugatan-gugatan sebelumnya terkait pelecehan seksual terhadap pekerja migran telah membuktikan bahwa pengadilan mengakui agen tenaga kerja sebagai perwakilan pengusaha, kata Sun.

Sun mendesak MOL untuk memberikan interpretasi hukum atas Pasal 35 Undang-Undang Serikat Pekerja guna secara jelas mendefinisikan agen tenaga kerja sebagai perwakilan pengusaha, yang akan mencegah insiden serupa.

LSM lain yang ikut dalam aksi tersebut antara lain Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS) Community, Serikat Buruh Industri Perawatan Taiwan (SBIPT), dan Taiwan International Workers' Association (TIWA).

Saat dihubungi CNA, Fajar, ketua GANAS Community mengungkapkan keprihatinannya, "Di mana ada unsur pelarangan secara terang-terangan oleh pihak tertentu kepada pekerja migran untuk berserikat. Hal ini jika dibiarkan akan berdampak bagi yang lainnya untuk enggan berserikat."

GANAS adalah komunitas yang mendukung anggotanya berserikat di Taiwan yaitu menjadi anggota SBIPT dan Serikat Buruh Industri Manufaktur (SEBIMA), kata Fajar. 

Menurut Fajar, dengan berserikat, para anggota menjadi terlindungi dari eksploitasi oleh majikan maupun agensi tenaga kerja, sebab kenyataan di lapangan pihak perantara justru membela pemberi kerja ketika hak pekerja dilanggar.

"Nah, ini tentu berlawanan bagi misi berserikat. Selain melindungi anggota, misi ini juga melindungi hak majikan agar kedua pihak (pekerja dan majikan) sama-sama berjalan sesuai dengan aturan dan regulasi yang ada," sambungnya.

Menanggapi aksi, pejabat MOL Tsai Sheng-chieh (蔡勝傑) mengatakan tujuan Pasal 35 Undang-Undang Serikat Pekerja adalah untuk mencegah pengusaha atau perwakilannya menggunakan posisi mereka yang menguntungkan untuk menekan serikat, melanggar hak pekerja untuk berserikat, dan mengintervensi operasional serikat.

Undang-Undang Serikat Pekerja melindungi hak pekerja untuk berserikat, dan pengusaha tidak boleh menghalangi pekerja untuk bergabung dengan serikat atau melakukannya melalui pihak ketiga mana pun, kata Tsai.

Jika tribunal memutuskan bahwa perilaku agen bertentangan dengan pasal tersebut, MOL akan menjatuhkan denda, ujar Tsai.

(Oleh Sean Lin dan Jason Cahyadi dan Miralux)

>Versi Bahasa Inggris

Selesai/IF

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.