Oleh Mira Luxita, reporter staf CNA
Kasus kontrak kerja yang tidak sesuai dengan job (pekerjaan) banyak dialami pekerja migran Indonesia (PMI) di Taiwan ini, ujar Wanti, aktivis Garda BMI. Serikat pekerja Indonesia ini juga mengatakan bahwa pihaknya sering mendapat banyak laporan PMI sektor perawatan yang dipekerjakan tak sesuai, seperti memasak, menjaga anak, berkebun bahkan bersih-bersih gedung. Berikut CNA merangkum pengalaman PMI tersebut.
Kontrak sebagai perawat orang tua, ternyata jaga 12 anak
Sebut saja Bunga, seorang PMI yang baru dua bulan bekerja di Taiwan sebagai perawat lansia di Tainan. Meskipun kontraknya sebagai penjaga lansia, ia malah diminta untuk bekerja di penitipan anak, ujarnya yang dihubungi secara langsung oleh CNA.
“Saya harus menjaga 12 anak dan membersihkan rumah hingga lima lantai, bahkan tidak boleh istirahat. Saya juga sering bekerja hingga tengah malam untuk cuci baju dengan tangan. Saya pernah sampai pingsan karena keletihan,” ungkap Bunga melalui sambungan telepon.
Bunga akhirnya mengadu kepada Wanti, yang kemudian menganjurkannya untuk mengumpulkan bukti dan melapor melalui saluran siaga 1955, serta bekerja sama dengan LSM Stella Maris.
Bunga mengatakan, karena tidak ingin membayar banyak biaya rumah sakit, sang majikan pun nekat membawanya pulang meski dalam kondisi yang belum sehat.
Kondisi Bunga sempat membuat prihatin teman-temannya, bahkan ada yang menganjurkannya untuk kabur saja. Namun ia tidak mengikuti anjuran tersebut karena kabur bukan menyelesaikan masalah, tetapi malah menambah masalah baru, ujar Bunga yang dipekerjakan pada bulan Januari 2023 silam.
Dikarenakan Bunga sudah pernah melapor, suatu hari rumah majikannya didatangi pihak Departemen Ketenagakerjaan (Depnaker). Namun, sang majikan menyembunyikannya di lantai empat. Untungnya, Bunga berhasil ditemukan dan dibawa ke shelter Stella Maris, ujar Bunga yang kini bekerja di sektor formal.
“Sekarang saya bersyukur karena bisa dipindahkan ke sektor pabrik. Saya tidak mau jadi perawat orang tua karena trauma,” tutur Bunga yang kini bekerja di salah satu pabrik di Hsinchu.
Bunga pun berpesan jika ada rekan-rekan PMI yang mengalami nasib sama sepertinya, untuk tidak kabur, tetapi tetap semangat bekerja sambil melapor ke 1955 dan mengumpulkan bukti.
“Jika pihak 1955 lama menjemput, lebih baik lapor ke shelter seperti Stella Maris, bisa minta nomornya dari Garda BMI,” ujar Bunga menutup wawancara.
Kontrak jaga lansia, ternyata kerjanya berkebun
Sebut saja Melati (35) PMI asal Jawa Tengah ini datang ke Taiwan pada bulan Februari 2024, kontraknya sebagai perawat orang tua. Namun, ia hanya dipekerjakan sebagai perawat orang tua selama dua pekan karena orang tua yang dijaganya masih sehat dan bisa naik kendaraan bermotor sendiri, ujar Melati saat dihubungi CNA.
Majikan pun memerintahkannya untuk berkebun. Menurutnya, sang majikan mempunyai lahan perkebunan buah-buahan dan sayuran yang sangat luas di Miaoli. Setiap harinya, setelah menyiapkan sarapan dan makan siang, Melati diminta pergi ke perkebunan untuk merawat tanaman, menyiram, mencangkul, memanen, dan memberikan pupuk.
Ia bekerja dari pukul 9 pagi hingga 4 sore, dan saat kembali ke rumah, ia pun harus mempersiapkan makan malam terkadang membersihkan rumah. Melati tak kuat menahan keletihan, hingga ia melapor pada agensi, ujarnya pada CNA melalui sambungan telepon
Setiap kali agensi meneleponnya, majikannya mengungkapkan bahwa Melati benar-benar menjaga nenek. Mereka pun memberikan foto-foto sang nenek. Memang benar, terkadang Melati merawatnya seperti dengan menyediakan makanan dan mencuci bajunya, tetapi menurutnya, kegiatannya lebih banyak berkebun.
Meskipun majikan memberikan gaji yang lebih dari yang tertera di kontrak, Melati tidak ingin bekerja dengan job ganda.
“Saya lelah sekali, akhirnya saya melapor ke sebuah serikat pekerja yang ada orang Indonesia-nya. Setelah saya beri bukti-bukti bekerja di kebun, akhirnya mereka menjemput saya bersama polisi dan saya dipindahkan ke shelter milik serikat tersebut.”
Melati menyampaikan pesan bagi rekan-rekan PMI yang mengalami nasib sepertinya, untuk bersabar, tidak terpancing emosi untuk kabur.
Ia juga menganjurkan PMI untuk mengetahui nomor-nomor serikat pekerja yang ada di media sosial. Melati mengatakan bahwa ia lebih suka melapor ke serikat pekerja dibandingkan ke pemerintah setempat.
“Kalau lapor ke pemerintah, nanti ujung-ujungnya hanya telepon agensi, dan kadang agensi tidak banyak membantu,” ujar Melati yang kini bekerja di wilayah Taoyuan sebagai perawat orang tua.
Kontrak sebagai perawat orang tua, malah dipekerjakan di restoran dan pasar
CNA menemui seorang PMI yang tidak mau disebutkan namanya di sebuah rumah makan seafood di Taiwan utara. Ia terlihat sibuk melayani pelanggan yang datang ke rumah makan tersebut. Sesekali ia itu masuk ke dapur dan membantu menyiapkan makanan.
Saat ditanya CNA apa tugas sesungguhnya yang tertuang dalam kontraknya, PMI tersebut mengatakan sebagai perawat orang tua. Ia pun tak merasa keberatan meski pekerjaan yang dilakoninya tidak sesuai kontrak. Saat ditanya apakah mau dibantu untuk melapor, PMI tersebut pun enggan.
“Saya tidak mau lapor, nanti ribet, lagian majikan saya baik. Meskipun saya tidak dapat tambahan gaji dan hari libur, tidak apa yang penting gaji lancar dan sebentar lagi selesai kontrak setelah itu saya pulang ke Indonesia,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah ia tidak mengalami kelelahan, mengingat pekerjaannya hampir selama 12 jam dalam sehari, karena ia pun juga dipekerjakan sebagai juru masak untuk katering pientang (nasi kotak) pesanan pabrik dan kantoran, ia pun ia mengatakan sudah terbiasa.
Lain lagi cerita dari Wanti, aktivis Garda BMI dalam wawancaranya bersama CNA, mengungkapkan bahwa banyak pekerja sektor perawatan orang tua yang dipekerjakan sebagai pelayan restoran, juru masak, serta membantu jualan di pasar.
Wanti mengatakan di akhir tahun 2023 lalu, ia menerima laporan dari seorang PMI yang dipekerjakan sebagai asisten majikan untuk berjualan di pasar. Majikannya mempunyai toko kue di pasar. PMI tersebut diminta menjaga toko tersebut sekaligus membantu membuat kue.
Selang beberapa bulan, ia akhirnya memberanikan diri untuk melapor. Di media sosial, ia melihat serikat pekerja Garda BMI dan akhirnya melaporkan tindakan majikannya tersebut, ujar Wanti menceritakan.
Singkat cerita, Garda BMI membantu PMI tersebut untuk mendapatkan haknya dan melapor ke Depnaker setempat dan memindahkannya ke majikan yang lain.
PMI tersebut akhirnya menerima uang ganti rugi yang harus dibayarkan majikan kepadanya sebesar NT$100 ribu lebih dengan menghitung gajinya sebagai upah sektor formal dan tambahan lembur.
Wanti juga menceritakan kasus lainnya, di mana ada seorang PMI yang di kontraknya hanya tertulis menjaga kakek, namun kenyataannya ia harus menjaga dua lansia, kakek-nenek sepasang suami-istri. PMI tersebut awalnya setuju dan tidak masalah dipekerjakan seperti itu karena sang majikan memberinya tambahan NT$3.000 (Rp1.474.000) per bulan.
Ia pun tidak melaporkan hal tersebut. Namun seiring waktu, ia merasa kelelahan dan akhirnya baru melaporkan adanya job ganda tersebut ke Garda BMI. Dikarenakan ia telat melapor dan setuju dengan diberi tambahan gaji, ia pun kesulitan untuk melapor dan pindah majikan karena ulahnya sendiri, ujar Wanti yang aktif bekerja di Zhongli.
Wanti menyarankan bagi mereka yang dipekerjakan tidak sesuai dengan kontraknya untuk segera melapor, jangan menunggu kesempatan untuk diberi upah yang lebih banyak. Jika suatu saat ada masalah atau kelelahan dan ingin pindah majikan atau melapor, nanti dapat menghadapi banyak kesulitan, ujarnya.
Selesai/JC