Oleh Mira Luxita reporter staf CNA
Taipei, 6 Nov. (CNA) Ryan tak pernah menyangka jika bekerja di pabrik Taiwan bisa membawa peruntungan baginya untuk bekerja di perusahaan asing saat kembali ke Indonesia, ujar Ryan dalam sebuah wawancara bersama CNA.
Pekerjaanya bukanlah penerjemah, melainkan koordinator lapangan yang mempunyai anak buah yang membantunya. Ryan menuturkan pada CNA tentang lika liku perjuangannya sebagai pekerja migran hingga menjadi seorang pekerja profesional.
Berprestasi semenjak di Taiwan
Ryan Ferdian, seorang pekerja migran Indonesia (PMI) yang sempat didapuk menjadi salah satu PMI berprestasi oleh sebuah majalah berbahasa Indonesia di Taiwan mengatakan pada CNA bahwa pekerjaan yang ia dapatkan di Indonesia merupakan berkah yang luar biasa.
Ryan memulai hidupnya sebagai pekerja migran di Taiwan pada tahun 2008. Ia bekerja di sebuah pabrik di Taoyuan hingga tahun 2023, ungkap Ryan yang memiliki seorang putri remaja.
“Kerja di Taiwan sangat menarik, banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi dan juga banyak kesempatan untuk menunjukkan bakat di berbagai bidang. Selain itu, banyak hal yang dapat dipelajari.” Ungkap sosok ayah kelahiran bulan April tersebut.
Saat bekerja di Taiwan, Ryan kerap menghabiskan waktu liburnya dengan hal-hal yang bermanfaat, seperti mengisi acara di panggung hiburan, mengikuti lomba-lomba, dan acara yang berkaitan tentang ketenagakerjaan.
“Selain bekerja, saya banyak mengikuti kegiatan yang diadakan di Taiwan seperti fashion show, menyanyi, bahkan saya bersama teman-teman membuat grup komedi bernama Kocak Aula yang beberapa kali tampil di acara Indonesia.” Ujar Ryan.
Saat ditanya CNA, pengalaman apa yang paling tak bisa dilupakan dari Taiwan, pria asal Bandung tersebut mengatakan bahwa ia pernah menjadi sampul majalah berbahasa Indonesia di Taiwan.
“Menjadi sampul majalah, itu adalah hal yang mungkin mustahil saya dapatkan di Indonesia,” tuturnya seraya bangga.
Ryan juga menambahkan bahwa dirinya pernah menjadi juara II lomba videografi Hello Taipei yang diadakan oleh pemerintah Taiwan.
Tak menyangka diangkat jadi koordinator lapangan
Ryan kembali ke Indonesia pada 26 Juli 2023 dan sempat mencoba membuka usaha rumah makan. Awalnya, ia tidak pernah terpikir untuk bekerja di perusahaan di Indonesia. Seperti purna PMI pada umumnya, Ryan hanya mengandalkan berwirausaha, ujarnya.
Seorang teman yang juga pernah bekerja di Taiwan menawarinya sebuah pekerjaan di perusahaan tambang nikel di Morowali, Sulawesi Tengah, ungkap Ryan.
“Tadinya saya tidak yakin bisa lolos seleksi (interview) melalui aplikasi WhatsApp sebanyak 2 kali dengan HRD yang berbeda dan dinyatakan lolos.” Sambung Ryan.
Bahkan ia tak menyangka jika tugas yang diembannya bukan hanya sekedar penerjemah melainkan jubir (juru bicara) dan koordinator lapangan. Dalam kontrak perjanjian kerjanya tertulis Bilingual Worker, bukan hanya sebagai penerjemah, tambah Ryan.
Ryan menuturkan bahwa tugasnya juga mengatur karyawan untuk pekerjaan setiap bagian dan divisi. Ia harus menerjemahkan apa kata mandor (orang Tiongkok) kepada para karyawan (orang Indonesia), tutur Ryan kepada CNA melalui pesan singkatnya.
“Yang menarik dalam pekerjaan ini, saya punya banyak teman baru dari pulau Sulawesi. Hal yang tidak pernah saya bayangkan, dapat bekerja dengan orang-orang yang bukan hanya berasal dari Jawa. Lebih menariknya di sini, saya sebagai koordinator, bukan sebagai operator,“ ungkap Ryan.
“Jadi setiap tugas yang diberikan atasan, bukan saya yang langsung mengerjakan, tetapi saya menyuruh staf atau karyawan yang mengerjakan pekerjaan tersebut. Saya hanya memotret pekerjaan tersebut sebelum dan sesudah dikerjakan untuk laporan ke atasan. Kalau di Taiwan, saya adalah operator yang kalau dikasih tugas atau pekerjaan saya yang harus langsung mengerjakan,” sambungnya menjelaskan.
Ryan pun berpesan pada rekan-rekan PMI yang masih aktif di Taiwan untuk belajar bahasa Mandarin lebih serius dengan cara perbanyak kosakata, bahkan kalau perlu gunakan waktu luang untuk ikut kursus bahasa Mandarin, terangnya.
“Kursus Bahasa Mandarin di Taiwan tergolong murah, berbeda dengan kursus Bahasa Mandarin di Indonesia. Meski setiap orang bercita-cita pulang dari Taiwan membuka usaha, tapi tidak ada salahnya ini menjadi alternatif bila usaha yang kita rintis tidak sesuai ekspektasi seperti saya.” Ujar pria yang juga pernah menjadi kontributor di sebuah majalah berbahasa Indonesia di Taiwan.
Ryan pun menitipkan pesan yang tak tanggung-tanggung bagi rekan-rekan yang akan pulang ke Indonesia, untuk mengasah kemampuan lebih unggul dibandingkan orang lain.
Ryan mencontohkan dirinya yang sempat canggung di tempat kerjanya karena berkompetisi dengan sarjana dan lulusan D3 orang Indonesia yang pernah belajar langsung ke Tiongkok
“Dalam pekerjaan saya, kualifikasi menjadi pekerja bilingual lebih ketat, saingan bukan hanya purna PMI Taiwan, tetapi lulusan Tiongkok juga. Jadi, kita harus punya bakat spesial yang dimiliki.” Ungkap Ryan mengakhiri wawancara.
Selesai/JA