Taipei, 31 Juli (CNA) Taiwan harus mengesahkan undang-undang yang secara formal memperkenalkan regulasi hari libur untuk memastikan hak-hak komunitas pekerja perawat asal Indonesia yang tinggal di rumah majikan dilindungi, kata perwakilan Indonesia untuk Taiwan.
Pihak berwenang Indonesia berharap Taiwan akan segera merampungkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang menetapkan pekerja yang tinggal di rumah "Harus memiliki setidaknya satu hari libur dalam tujuh hari," kata Iqbal Shoffan Shofwan, Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia Taipei (KDEI) menanggapi pertanyaan terbaru dari CNA tentang kesejahteraan pekerja migran perawat di Taiwan.
Tindakan yang diusulkan dalam rancangan undang-undang juga mencakup ketentuan tentang pengakhiran kontrak kerja, waktu istirahat, cuti, cuti khusus, asuransi, dan pengajuan keluhan, katanya.
Iqbal merujuk pada rancangan undang-undang yang disusun oleh Dewan Urusan Ketenagakerjaan (sekarang dikenal sebagai Kementerian Ketenagakerjaan) yang dibuat pada tahun 2011. RUU tersebut dikirim ke Kabinet pada tahun 2013 untuk ditinjau, yang kemudian pada tahun 2016 mengembalikan usulan tindakan tersebut ke Kementerian Ketenagakerjaan.
Kementerian menyatakan adanya kesulitan dalam melaksanakan rancangan undang-undang tersebut, mengingat pekerja perawatan langsung sebagian besar bekerja di rumah sehingga jam kerja dan waktu istirahat mereka sulit ditentukan.
Kementerian juga menyampaikan kepada CNA bahwa saat ini pihaknya belum punya rencana untuk menyusun rancangan undang-undang guna memperkenalkan regulasi hari cuti baru bagi pekerja pekerja perawatan langsung.
Pekerja rumah tangga di Taiwan terikat dengan undang-undang ketenagakerjaan yang berbeda dengan pekerja di sektor lain dan tidak memenuhi syarat untuk aturan, "Satu hari libur tetap, dan satu hari istirahat yang fleksibel" dengan mengharuskan pemberi kerja untuk memberikan pekerja setidaknya satu hari libur setiap tujuh hari.
Oleh karena itu, banyak pekerja migran perawat di Taiwan hanya mendapatkan satu hari libur setiap bulan, dan beberapa pekerja tidak mendapatkan hari libur sama sekali.
Saat ini ada lebih dari 280.000 pekerja migran Indonesia di Taiwan, di mana sekitar 180.000 adalah pekerja perawat secara langsung, menurut data yang tersedia dari Kementerian Ketenagakerjaan.
Kelompok hak-hak pekerja telah mengajukan versi tuntutan mereka dari rancangan undang-undang perlindungan pekerja perawat domestik, yang tetap menjadi fokus kampanye untuk peningkatan standar tenaga kerja bagi pekerja perawat migran.
Namun, Iqbal juga tak memungkiri ada pekerja perawatan yang tidak mengambil libur karena memilih upah lembur yang mereka bisa dapatkan, sementara sebagian yang lain tetap meminta hak libur tersebut.
Terkait hal ini, MOL mengatakan bahwa Taiwan pada tahun 2023 menerapkan layanan istirahat yang diperluas dengan memungkinkan pekerja perawatan langsung untuk mengambil hingga 52 hari libur dalam setahun, tetapi dengan catatan hal ini dibiayai oleh majikan.
Mengenai upah minimum bulanan untuk pekerja perawat migran, Iqbal mengatakan pemerintah Indonesia menyadari ada "Kesenjangan signifikan" dalam kesejahteraan antara pekerja perawat dan pekerja industri, meskipun kedua kelompok tersebut memiliki beban kerja yang sama berat.
Upah minimum bulanan untuk pekerja perawat domestik saat ini ditetapkan sebesar NT$20.000 (Rp9.949.035), jauh lebih rendah dari upah pokok NT$27.470 untuk pekerja yang dilindungi oleh Undang-Undang Standar Tenaga Kerja.
Terkait hal ini, Iqbal merujuk pada klasifikasi Taiwan atas pekerja asing terampil menengah di bawah Program Retensi Jangka Panjang Pekerja Asing Terampil, yang menaikkan upah minimum bulanan pekerja perawatan secara langsung menjadi NT$24.000.
Berdasarkan program tersebut, majikan dapat mengajukan permohonan bagi pekerja migrannya yang telah bekerja di Taiwan selama sekurang-kurangnya enam tahun dan memperoleh kualifikasi tertentu, agar ditetapkan kembali sebagai pekerja asing berketerampilan menengah.
Selesai/IF