DCU: Penambahan libur nasional di Taiwan tak perhatikan PRT migran

13/05/2025 20:01(Diperbaharui 13/05/2025 20:01)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Gambar hanya untuk ilustrasi semata. (Sumber foto: CNA)
Gambar hanya untuk ilustrasi semata. (Sumber foto: CNA)

Taipei, 13 Mei (CNA) Domestic Caretaker Union (DCU), salah satu organisasi Taiwan yang fokus pada isu pekerja migran, telah mengkritisi penambahan hari libur di Taiwan yang menurut mereka tidak memerhatikan pekerja migran, seiring masih banyak pekerja migran sektor domestik yang tidak mendapatkan hak liburnya.

Dalam pernyataan yang disampaikan oleh DCU, pekerja rumah tangga (PRT) migran yang juga merupakan bagian dari angkatan kerja, sampai saat ini masih dikecualikan dari Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan. Oleh karena itu terlepas dari berapa banyak hari libur yang ditambahkan di Taiwan, PRT migran tidak berhak mendapatkannya.

Menurut DCU, hari istirahat PRT dilindungi hanya melalui kontrak model yang menjamin satu hari libur per minggu. Namun, pemberi kerja dapat menukar hari istirahat ini dengan membayar upah satu hari dan ketika pengusaha mengklaim telah membayar upah lembur dan masih menolak pekerja untuk mendapatkan hari libur selama 365 hari setahun, pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk memberi libur pada PRT.

Padahal, kata DCU, tanpa hari istirahat yang teratur, kesehatan fisik dan mental PRT akan terganggu. 

“Tidak peduli seberapa baik Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan ditingkatkan, selama PRT dikecualikan (dari UU Standar Ketenagakerjaan), PRT tidak akan pernah benar-benar terlindungi,” kata DCU.

Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 189 dengan jelas menyatakan bahwa PRT berhak atas waktu istirahat mingguan minimal 24 jam berturut-turut. Komite hak asasi manusia internasional telah berulang kali merekomendasikan agar pemerintah Taiwan memasukkan Konvensi No. 189 ke dalam hukum nasional untuk melindungi hak-hak buruh pekerja migran domestik.

Kementerian Ketenagakerjaan (MOL) telah menyatakan beberapa kali selama tinjauan konvensi internasional bahwa PRT memiliki hak untuk beristirahat, bahkan mengklaim bahwa hukum Taiwan sudah sejalan dengan Konvensi No. 189. 

“Namun jika itu benar, mengapa kita masih belum mendapatkan hari libur?,” tanya DCU.

Menurut surve MOL tahun 2024, hanya 57 persen PRT migran yang mendapatkan hari libur setiap bulan. Dengan kata lain, 43 persen dari PRT migran yang bekerja di Taiwan bahkan tidak mendapatkan satu hari libur per bulan, kata DCU.

“Kami tidak memiliki hak suara, dan majikan kami—yang memiliki hak untuk memilih—adalah warga negara. Itulah sebabnya tidak ada partai politik yang bersedia mendorong perubahan legislatif bagi kami. Di Taiwan yang demokratis, kami seperti orang yang tidak terlihat,” kata DCU.

Namun demikian, DCU harus menekankan bahwa PRT adalah juga manusia, dan karena itu PRT juga butuh istirahat. 

“Kami adalah pekerja, dan karena itu kami butuh perlindungan tenaga kerja. Kami mendesak pemerintah Taiwan untuk segera membuat undang-undang guna melindungi hak kami untuk beristirahat!,” ucap DCU.

(Oleh Muhammad Irfan)

Selesai/ML

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.