Taipei, 29 Okt. (CNA) Sejumlah organisasi masyarakat menolak program uji coba pekerja migran paruh waktu dan mendesak pemerintah untuk mencabut pengumuman tersebut sesegera mungkin, karena dianggap mengesampingkan hak Pekerja Migran Asing (PMA) dan disusun tidak transparan.
Dalam rilis yang diterima CNA dari Taiwan International Workers' Association (TIWA) Selasa (29/10), program percontohan yang dirilis Kementerian Ketenagakerjaan (MOL) ini pada dasarnya melonggarkan perekrutan pekerja migran yang memungkinkan orang mempekerjakan "Pekerja migran paruh waktu dengan biaya sendiri."
Baca juga Program uji coba perawat migran paruh waktu akan diluncukan akhir tahun
Menurut MOL, dalam program yang akan dijalankan tahun ini tersebut, perawat asing akan dipekerjakan dengan metode satu perawat untuk banyak pasien, dan dibagi menjadi beberapa kategori: jam kerja sebagian selama 4 jam, setengah hari selama 8 hingga 12 jam, dan seharian penuh selama 24 jam (termasuk 10 jam waktu istirahat).
Namun, menurut rilis yang dikirim TIWA, dalam penyusunan kebijakan yang tidak melibatkan pemangku kepentingan, MOL tiba-tiba mengumumkan di internet bahwa program ini telah disetujui dengan pekerja yang diizinkan bekerja adalah mereka yang tercakup dalam Pasal 84-1 Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan.
Mengutip laman MOL, Pasal 84-1 Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada pemberi kerja dan pekerja tertentu untuk menegosiasikan jam kerja fleksibel yang wajar tanpa tunduk pada batasan yang ditetapkan dalam Pasal 30, 32, 36, 37, dan 49 undang-undang tersebut.
Tidak memerhatikan hak pekerja
TIWA menilai ditetapkannya pekerja untuk program ini sebagai pekerja yang tidak terikat waktu merupakan bentuk diskriminasi yang tidak melindungi hak pekerja.
Pihaknya tak menyangkal kalau pekerjaan perawatan holistik cukup sulit dihitung dalam jam kerja tertentu. Namun, menurut mereka, membuat kebijakan tanpa mempertimpangkan nasib pekerjanya juga tidak bisa dibenarkan.
“Memasukkan pekerjaan yang berhubungan dengan perawatan ke dalam Pasal 84-1 Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan sepenuhnya bertentangan dengan peringatan organisasi internasional mengenai penuaan populasi, hak-hak dasar masyarakat, dan keamanan kerja para pekerja perawatan dalam jangka panjang. Hal ini sangat merugikan talenta layanan perawatan jangka panjang Taiwan,” kata TIWA.
Apalagi, menurut TIWA, fakta di lapangan menyebut lebih dari 85 persen pekerja sektor ini adalah perempuan dan sistem tanggung jawab dalam Pasal 84-1 Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan akan lebih berdampak pada kesehatan fisik dan mental serta keselamatan kerja hingga memperburuk ketidaksetaraan gender.
“Oleh karena itu, kami mendesak MOL mencabut pengumuman tersebut sesegera mungkin dan mengumpulkan pemangku kepentingan seperti penyedia layanan dan penerima layanan, untuk mendiskusikan isi program percontohan dan melakukan revisi dan tinjauan berkala terhadap program percontohan tersebut untuk memastikan kualitas layanan dan hak-hak terkait,” ucap TIWA.
Lebih jauh lagi, TIWA meminta pemerintah untuk memikul tanggung jawab atas layanan tersebut, mengintegrasikan MOL dan Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan untuk mengintegrasikan pekerja perawatan migran ke dalam layanan publik.
Asosiasi juga menentang adanya calo di program percontohan dan pekerja akan langsung dipekerjakan dan dikelola oleh unit pemberi kerja tanpa sistem agensi, serta mendorong agar pekerja harus bebas pindah majikan.
“Selain itu unit pemberi kerja yang dipercayakan adalah institusi perawatan jangka panjang dengan pengalaman lebih dari lima tahun dalam memberikan layanan rumah dan evaluasi yang sangat baik,” tegas TIWA.
Sejumlah pihak turut ambil bagian dalam penolakan ini di antaranya Fight for Gender Equality; Independent living Taiwan; serta Migrants Enpowerment Network in Taiwan, yang terdiri dari Catholic Hsinchu Diocese, Caritas, Peace Foundation, Stella Maris International Service Center, Hope Workers’ Center, Domestic Caretaker Union, TIWA, dan Serikat Buruh Industri Perawat.
Beberapa kelompok pendukung di antaranya Taiwan Association for Human Rights, Taiwan Association for Disability Rights, dan Covenants Watch.
Kebijakan politis
Merunut kronologinya, rilis tersebut menyebutkan, program uji coba pekerja migran paruh waktu ini ditawarkan partai penguasa, Partai Progresif Demokratik (DPP), untuk menandingi oposisi Kuomintang (KMT) yang tahun lalu menggagas pelonggaran syarat merekrut pekerja perawatan migran bagi lansia di atas 80 tahun.
Di tengah kursi legislatif yang didominasi KMT dan eksekutif di bawah DPP, kompetisi akan isu ini juga makin menguat. DPP menanggapinya dengan mengusulkan program percontohan MOL yang memungkinkan orang mempekerjakan "Pekerja migran paruh waktu dengan biaya sendiri," menurut rilis tersebut.
Aliansi menganggap program yang mereka nilai politis ini mengesampingkan pekerja migran dan penyandang disabilitas itu sendiri karena tidak dilibatkan. Organisasi yang fokus di bidang ini pun mengungkapkan mereka tidak diikutsertakan dan hanya mampu merangkum program ini dari media.
“Baru-baru ini, kelompok masyarakat sipil berharap untuk mengadakan pertemuan koordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan melalui saluran kongres untuk memahami dan mendiskusikan isi rencana tersebut, namun belum mendapat tanggapan positif,” tulis rilis tersebut.
Selesai/JC