Jakarta, 23 Nov. (CNA) Taiwan dapat memanfaatkan kemajuan industri semikonduktornya untuk meningkatkan hubungan dengan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, kata akademisi yang menghadiri seminar yang diselenggarakan The Habibie Center di Jakarta, Kamis (21/11).
Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Yose Rizal Damuri, menyampaikan kepada CNA bahwa Presiden RI Prabowo Subianto memprioritaskan ekonomi dan perdagangan dalam kebijakan luar negerinya.
Mengingat ada ratusan ribu pekerja migran Indonesia di Taiwan yang berkontribusi terhadap perekonomian domestik, Yose menyampaikan ia percaya bahwa hubungan ekonomi antara kedua pihak akan terus terjaga, meskipun hubungan diplomatik tidak akan meningkat.
Yose menekankan bahwa pemerintah Indonesia akan lebih memprioritaskan hubungan ekonomi dan perdagangan, ketimbang menjadikan perdagangan sebagai alat diplomasi.
Oleh karena itu, menurutnya, Taiwan bisa mempertahankan hubungan ekonomi dengan Indonesia melalui kerja sama teknologi, misalnya di bidang semikonduktor.
Yose juga menekankan pentingnya untuk mendorong kerja sama di tingkat masyarakat, tidak hanya melalui pemerintah, seraya menambahkan bahwa masih banyak peluang kerja sama antara Taiwan dan Indonesia.
Tran Thi Mong Tuyen, seorang peneliti asal Vietnam dari National Chengchi University Taiwan yang hadir dalam seminar Kamis, juga menyampaikan pandangan serupa.
Ia menjelaskan bahwa Asia Tenggara merupakan eksportir peralatan semikonduktor terbesar kedua di dunia. Banyak negara di kawasan ini juga fokus pada pengembangan industri semikonduktor, kata Tuyen, seperti strategi “Making Indonesia 4.0” yang mencakup manufaktur semikonduktor.
Menurut Tuyen, Taiwan, dengan kemajuan industrinya, dapat meningkatkan hubungan dengan negara-negara Asia Tenggara melalui pendidikan.
Ini bisa dilakukan melalui pelatihan tenaga kerja dari Asia Tenggara dan kerja sama dengan institusi pendidikan setempat untuk mendukung pengembangan industri semikonduktor di kawasan tersebut, tambahnya.
Karena sebagian besar negara Asia Tenggara adalah negara berkembang yang membutuhkan investasi asing, Tuyen menekankan bahwa Taiwan, yang sudah menjadi salah satu investor utama di kawasan tersebut, memiliki peluang besar untuk memperkuat hubungan melalui investasi berkelanjutan.
“[Kerja sama] di bidang pendidikan atau ekonomi, sebagai bentuk diplomasi nonformal dengan negara-negara Asia Tenggara, sepenuhnya tidak ada masalah,” jelasnya.
Namun, Tuyen juga mengingatkan bahwa kerja sama antara Taiwan dan Asia Tenggara dapat menghadapi tantangan, seperti persaingan dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, dan Uni Eropa.
Ini karena negara-negara tersebut juga mulai mengalihkan investasinya ke Asia Tenggara untuk mengurangi ketergantungan pada Tiongkok, menurut Tuyen.
Ia menyarankan negara-negara Asia Tenggara untuk memperkuat hubungan dengan Taiwan, terutama di sektor industri semikonduktor, untuk memiliki mitra ekonomi yang beragam dan memperluas pembangunan ekonomi.
Di sisi lain, Darmansjah Djumala, yang pernah menjabat sebagai duta besar RI dan kini menjadi Dewan Pakar Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), memprediksi Prabowo akan melanjutkan kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, menjaga hubungan baik dengan negara lain.
Namun, dengan latar belakangnya sebagai mantan militer dan pengusaha, Prabowo diperkirakan akan memberikan perhatian lebih pada keamanan pertahanan, partisipasi internasional, serta ekonomi dan perdagangan, ujarnya di seminar Kamis.
(Oleh Zachary Lee dan Jason Cahyadi)
Selesai/ML